Pengikut

Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Tarbiyah dan Pembentukan Kader Dakwah

Tarbiyah dan Pembentukan Kader Dakwah

Rijalud dakwah atau kader dakwah adalah seseorang yang telah tertarbiyah secara intensif sehingga memiliki kesiapan untuk berjuang dan berkorban di jalan Allah. la juga berpotensi menjadi anashirut taghyir atau agen perubah di tengah-tengah masyarakat.

Oleh karena ia akan melakukan kerja besar yakni merubah masyarakat ke arah yang lebih baik dan islami, maka ia harus memiliki kelebihan dan keistimewaan dibandingkan masyarakat pada umumnya. Tidak semua or-ang harus atau dapat menjadi kader karena jumlah kader biasanya lebih sedikit dibandingkan para pendukung atau masyarakat umum. Hal tersebut nampak dalam firman Allah di QS. 33:23, "Di antara orang-orang mukmin itu ada rijal (kader) yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah, maka di antara mereka ada yang gugur dan di antara mereka ada pul yang sedang menunggu-nunggu dan mereka sedikitpun ia\ merubah janjinya."

Ya, para kader dakwah adalah mereka yang telah siaj berjuang dan berkurban dengan jiwa, raga dan seluruh hartc benda serta potensi yang mereka miliki seperti tergambai dalam QS. At Taubah ayat 11, "Sesungguhnya Allah telal membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengar balasan surga untuk mereka. Mereka berperang dijalan Allah, lali mereka membunuh atau terbunuh. Itu telah menjadi janji yan% benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan al Quran. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya selain daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu dan itulah kemenangan yang besar."

Dan sesungguhnya tugas dakwah yang berat ini hanya dapat diemban oleh para kader yang membelanya secara maksimal serta siap memberikan jiwa, raga, harta dan seluruh potensi yang dimilikinya. la mengusahakan segala sesuatu dengan penuh kesungguhan dan keseriusan hanya untuk dakwah.*}iwa raganya sudah menyatu dengan dakwah dan cita-citanya tak lain hanyalah kemajuan dan kebesaran dakwah.

Kader-kader dakwah sebagai penerus tongkat estafeta dakwah tidak bisa tidak harus memiliki karakter-karakter yang istimewa seperti berikut ini:
1.         Pemahaman Islam yang benar dan menyeluruh dari al Quran dan as Sunnah.
2.         Keikhlasan yang tinggi sehingga ia menjadi pembela fikrah dan aqidah serta bukannya pembela kepentingan dan keuntungan pribadi.
3.         Lebih mengutamakan bekerja dari berbicara
4.         Menunjukkan totalitas dalam dakwah
5.         Selalu siap berjihad dalam rangka menegakkan syari'at Allah
6.         Siap berkurban dengan segala potensi yang dimilikinya.
7.         Memiliki ketegaran untuk mencapai cita-cita dakwah sekalipun harus menempuh perjalanan dakwah yang panjang, berat dan berliku.
8.         Selalu taat kepada qiyadah dan jamaah
9.         Tsiqqah kepada qiyadah dan jamaah.
10.       Selalu memelihara kemurnian ukhuwwah yang berdiri di atas landasan kasih sayang dan saling mencintai. Syaikh Hasan al Banna menggambarkan karakteristik

kader dakwah yang beliau inginkan: "rijalul qaul (orang yang pandai berbicara) tidak sama dengan rijalul 'amal (orang yang pandai bekerja) dan rijalul 'amal tidak sama dengan rijalul jihad (orang yang optimal dalam bekerja). Kemudian rijalul jihad pun tidaklah sama dengan rijalul jihad yang muntij (produktif) wal hakim (bijaksana) yakni orang yang mampu memberikan hasil yang optimal dengan pengorbanan yang paling kecil"

Beliau juga mengutarakan, "Sesungguhnya orang yang pandai berbicara itu banyak, tetapi sedikit di antara mereka yang tetap konsisten ketika bekerja. Dan banyak orang yang bisa bekerja, tetapi sedikit yang mampu mengemban amanah jihad yang berat dan mau bekerja keras. Mereka adalah para mujahid dan orang-orang pilihan yang terkadang mereka salah jalan atau tidak tepat sasaran seandainya mereka tidak mendapat pertolongan dari Allah."

Dasar-dasar Pembinaan Kader Dakwah

Pembinaan kader yang berkualitas haruslah berasaskan empat factor yang sangat penting yakni:

1. Al Fahmu ad Daqiq (pemahaman yang luas).

Hendaknya setiap kader dakwah memahami Islam sebagai minhajul hayah dengan pemahaman yang benar (al fahmu as shahih), pemahaman yang menyeluruh (alfahmu as syamiT) dan pemahaman yang utuh (alfahmu al kamil).

Syaikh Hasan al Banna ketika mendefinisikan Islam di dalarn ushul isyrin mengutarakan: Islam adalah sistem yang menyeluruh dan mencakup seluruh aspek kehidupan. Islam adalah negara dan tanah air, pemerintahan dan umat serta moral dan kekuatan. la juga sekaligus kasih sayang dan keadilan, peradaban dan undang-undang, ilmu pengetahuan dan hukum, kekayaan alam, materi dan kekayaan jihad dan dakwah. Selain itu ia juga kekuatan pasukan dan pemikiran sebagaimana ia adalah akidah yang murni dan ibadah yang benar, tidak kurang dann tidak lebih.

Kader dakwah yang memiliki pemahaman Islam yang benar akan terpelihara dari berbagai penyimpangan (inhirafat) karena sebab utama berbagai penyimpangan dakwah adalah inhiraf fikri (penyimpangan fikrah). Penyim-pangan fikrah bersumber dari pemahaman salah apakah itu pemahaman yang juz'i (parsial) dan keliru. Pemahaman Is-lam yang benar adalah yang merujuk ke sumber aslinya yakni al Quran dan as Sunnah serta praktek amali salafus shaleh.

2. Al iman al amiq (keyakinan yang kuat).

Seorang kader dakwah harus memiliki keyakinan yang kuat dan tertanam di dalam jiwanya bahwa Islamlah satu-satunya sistem yang mampu memenuhi kebutuhan manusia dan memberikan kebahagiaan lahir dan batin serta dunia dan akhirat. Allah telah mengingatkan rasulullah SAW dan umatnya, "Berpegang teguhlah kamu dengan apa yang telah Kuwahyukan kepadamu (Al-Islam), sesungguhnya kamu berada di atas jalan yang lurus" (Az- Zukhruf:43).

Kader-kader dakwah harus memiliki keyakinan bahwa hanya dengan Islam sajalah ummat Islam akan mampu memimpin dunia dan menjadi guru peradaban dunia (ustadziatul 'alam). Dan Allah SWT memang telah mempersiapkan ummat Islam untuk itu. "Kalian (ummat Is-lam) adalah ummat terbaik yang dipersiapkan untuk (memimpin) tnanusia, menyeru kepada yang ma'ruf, mencegah dari yang mungkar serta beriman kepada Allah." (QS. 3:110).

Selain itu para kader juga harus meyakini bahwa Allah senantiasa bersama orang-orang yang membela agama-Nya. Ia akan selalu membela dan menolong orang-orang yang berjuang di jalan dakwah dalam upaya menegakkan syariat-Nya di muka bumi. "Sesungguhnya bumi ini milik Allah diwariskan kepada hamba-hamba-Nya yang dikehendaki-Nya dan kemenangan diberikan kepada orang-orang yang bertaqwa". (QS. Al-'Araf:128). "Dan Allah pasti membela orang yang menolong-Nya. Dan Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa". (QS. Al Hajj:40).

3. At-Takwin al-matin (pembinaan yang kokoh)

Kader dakwah dilahirkan oleh sebuah proses pembinaan yang melingkupi berbagai aspek kehidupan yakni Shibghah Fikriyah (pembentukan fikrah), Shibghah Ruhiyah (Pembentuk-an mental spiritual) dan Shibghah Harakiyah (pembentukan harakah). Sehingga kader dakwah memiliki ketahanan ditiga aspek ini dan mampu melakukan perubahan.

Karena tugas dakwah yang besar dan berat hanya dapat dipikul oleh para kader dakwah yang kuat pula. Yakni mereka yang memiliki daya gerak, daya angkat dan daya pikul yang seimbang (bahkan kalau bisa melebihi) tugas yang diembannya atau beban yang dipikulnya.

Jika seorang kader dakwah tidak memiliki kekuatan fikrah, ruhiyah dan jismiyah serta harakiyah, maka ini tidak akan mungkin mampu melakukan perubahan di masyarakatnya.

Tugas besar hanya dapat dilaksanakan oleh orang besar dan amanah yang berat hanya dapat diemban oleh orang yang kuat. Maka ummat yang penuh masalah hanya dapat diselamatkan oleh para kader dakwah yang kokoh dan tangguh.

Jalan dakwah tidak dihampiri permadani, tidak pula ditaburi bunga melati dan siraman minyak kasturi. Sebaliknya jalan dakwah dipenuhi duri dan ranjau-ranjau yang setiap saat dapat meledak, kemudian jalan berliku-liku penuh tikungan maut sementara jurang-jurang curam menganga. Mengingat kondisi perjalanan dan medan dakwah yang begitu berat, maka dibutuhkanlah kader-kader dakwah yang tahan bantingan dan pantang menyerah.

Syaikh Hasan Al Banna menegaskan "Yang menjadi perhatian utama Ikhwanul Muslimin adalah Tarbiyatun nufus (mendidik jiwa), Tajdidul arwah (memperbaharui semangat), taqwiyatul akhlaq (memperkokoh moral) dan Tanmiyatur rajulah as shahihah (mengembangkan kepahlawanan yang benar).

Hasan Al Banna meyakini unsur-unsur tersebut adalah asas kebangkitan ummat". Oleh karena itu persiapkanlah dirimu dengan mantap untuk menjalani tarbiyah yang benar, seleksi yang ketat dan ujilah dirimu dengan amal yang berat lagi sulit. Dan sapihlah dirimu dari syahwat, kebiasaan dan tradisi yang tidak baik.

4. Tarbiyah Mutawashilah (Tarbiyah yang Berkesinambungan)

Proses tarbiyah dalam Islam tidak dibatasi oleh waktu, tempat dan keadaaan. Dengan kata lain disebut sebagai Tarbiyah madal hayah (tarbiyah seumur hidup). Kader dakwah berkualitas adalah kader yang mengikuti proses tarbiyah secara intensif (tarbiyah murakazah), konprehensif (mutaka-milah) dan berjenjang (mutadarijah).

Kader dakwah yang bermasalah dalam proses tarbiyahnya hampir dapat dipastikan berpotensi pula nieniinbulkan masalah apakah itu masalah pribadi, keluarga, sosial maupun dakwah dan harakah.

Kegiatan tarbiyah bagi seorang kader dakwah seyogyanya bukan merupakan kegiatan sampingan atau aktifitas sekunder yang boleh diabaikan, ditunda atau diganti dengan kegiatan lain. Sebaliknya aktifitas tarbiyah harus menjadi kegiatan asasi yang harus diutamakan diatas kegiatan lain termasuk diatas kegiatan dakwah ekspansi atau jamahiri. Seorang kader dakwah tidak boleh meninggalkan tarbiyah dengan alasan sedang sibuk dakwah sya'biah (dakwah di masyarakat), mencari maisyah, cuti tarbiyah karena kuliah atau memang sekedar ingin istirahat saja.

Tarbiyah memang dapat dilakukan secara mandiri (tarbiyah dzatiyah) atau secara kolektif (jamaiyah). Namun Tarbiyah dzatiyah tidak akan dapat mengungguli Tarbiyah jamaiyah, karena sehebat dan sepintar apapun seseorang, ia tidak bisa menilai dirinya sendiri secara obyektif. Dan syaitan sangat suka pada orang yang menyendiri, infiradhi, single fighter, termasuk da'i-da'i yang menyempal keluar dari kantung-kantung tarbiyah (mahadhin ai tarbiyah).

Rasul tidak pernah terputus dari bimbingan Allah sebagaimana ungkapan beliau: "Adabbani Rabbi fi ahsani ta'diba." (Rabbku telah mengajariku dengan pengajaran yang baik). Melalui malaikat Jibril AS, Rasulullah senantiasa ditarbiyah oleh Allah SWT. Demikian pula para sahabat. Mereka tidak pernah terputus mendapatkan tarbiyah dari Rasulullah, sekalipun mereka ditugaskan di tempat yang jauh. Mereka biasa melakukan komunikasi tarbiyah (ittishal tarbawi) ketika akan pergi melaksanakan tugas dakwah ataupun sesudahnya.

Bila mereka baru saja pulang dari tugas dakwah, mereka segera menemui Rasulullah lebih dulu sebelum menemui siapapun. Memang seharusnya seorang kader dakwah harus resah dan gelisah jika tertinggal atau absen dari kegiatan tarbiyah.

Diantara kesalahan fatal yang dapat terjadi adalah bila terajadi perluasan dakwah diberbagai lapisan masyarakat tanpa dibarengi dengan pertumbuhan kader dakwah yang akan menangani tarbiyah orang-orang yang sudah berhasil direkrut.

Oleh sebab itu tetap harus ada kader-kader dakwah handal yang memfokuskan diri secara intensif pada upaya-upaya regenerasi atau penumbuhan kader yang optimal.

Kita memang harus berhati-hati terhadap kemungkinan penyimpangan harakah dakwah adalah bila kita hanya memfokuskan diri pada upaya rekrutmen besar-besaran, tetapi mengabaikan pembinaan Qaidah shalhah (basis kader yang kokoh dan handal). Harakah Islamiyah tidak boleh disibukan hanya oleh dakwah jamahiriyah (ekspansi keluar) dan melupakan penataan kedalam serta upaya-upaya mempersiapkan kader yang siap dan mampu menghadapi tantangan.

Sifat-sifat Kader Dakwah

Syaikh Abdul Qadir Jailani membuat perumpamaan yang indah bagi seorang mu'min. la mengibaratkan mu'min yang telah matang proses tarbiyahnya seperti biji kurma yang ditanam di halaman sebuah rumah dengan pagar tembok mengelilinginya. Biji kurma itu kemudian merekah dan menghasilkan tunas yang tumbuh subur disirami hujan serta diterangi sinar matahari. Maka jadilah ia sebuah pohon kurma yang besar, kokoh dan menjulang tinggi dengan disaksikan oleh orang banyak. Mereka bernaung di atas atap rumah yang dibuat dari ijuk yang berasal dari pohon itu sambil memunguti buah matang yang berjatuhan dari pohon itu.

Pohon kurma itu terjaga dan terpelihara dari tangan-tangan jahat karena ada pagar tembok yang mengelilinginya. Kehidupan tarbiyah para kader dakwah seperti proses pertumbuhan pohon kurma tersebut. Masyarakat kemudian membutuhkannya, mengelilinginya dan merasa aman di dekatnya karena wibawa dan pengaruhnya yang sangat besar (Ahmad Rasyid, Al-Masar:504).

Kader dakwah yang berkualitas seperti gambaran di atas memiliki sifat-sifat mulia yang tercermin pada akhlak, sikap dan perilaku hidupnya sehari-hari. Sifat-sifat itu antara lain adalah:

1.        Ubudiyah Khalishah  Lillah  (semangat yang tinggi untuk beribadah kepada Allah SWT).

Poros dakwah Islam berputar pada ibadah yang murni kepada Allah SWT, sebagaimana Rasulullah saw pernah berdialog dengan Muadz bin Jabal: "Wahai Muadz, tahukah kamu apa hak Allah kepada hambaNya?" Muadz menjawab: "Allah dan RasulNya lebih mengetahui." Rasulpun bersabda: "Hak Allah pada hambaNya adalah mereka harus beribadah kepadaNya dan tidak mempersekutukanNya dengan sesuatu apapun ."

Jadi salah satu bentuk tarbiyah seorang kader adalah dengan beribadah kepada Allah SWT. Melaksanakan ibadah yang fardhu dan memperbanyak yang sunnah. Kemudian sangat takut akan siksaNya dan bergetar hatinya bila dibacakan kepadanya ayat-ayat Al-Qur'an.

"Yaitu orang-orang yang apabila disebut nama Allah, bergetarlah hati mereka dan bila dibacakan kepada mereka ayat-ayatNya bertambah-tambahlah iman mereka dan mereka selalu bertawakkal (berserah diri) kepada Rabb mereka." (QS. 8:2).

Kulit tubuh mereka pun ikut menggigil. "Darinya menggigil kulit orang-orang yang takut kepada Rabb mereka." Mereka juga menangis di saat mendengarkan bacaaan Al-Qur'an. "Bila mereka mendengarkan ayat-ayat yang diturunkan kepada Rasul, kamu lihat mata mereka berlinang air mata karena telah mengetahui kebenaran."

Kader dakwah meyakini bahwa rahmat Allah menda-hului murkaNya. Rasulullah saw bersabda: "Seandainya orang kafir mengetahui rahmat atau kasih sayang Allah, niscaya ia tak akan putus asa dalam mengharap syurganya. Dan seandainya seorang mu'min mengetahui adzab yang ada di sisi Allah, niscaya ia tidak merasa aman sedikiipun dari siksaNya." (HR. Bukhari). Seorang kader dakwah selalu mengharapkan kebaikan bagi dirinya. Bila ia sebagai muslim melihat nilai-nilai keutamaan ajaran Islam, apalagi ia sadar kondisinya jauh lebih baik dibanding orang kafir. Hal ini membuatnya senantiasa optimis dan tidak pernah putus asa. Namun di sisi lain ia pun selalu waspada dan mengingat-ingat kekurangan dirinya sehingga ia tidak serta merta merasa aman atas keselamatan dirinya dari adzab Allah. Dengan demikian ia pun   akan   senantiasa   meningkatkan  upaya   taqarrubnya kepada   Allah   dengan   ibadah-ibadah   mahdhah   seperti qiamullail, shaum sunnah, tilawatil qur'an, berdzikir dengan dzikir dan do'a yang ma'tsur dll. Jika bukan kader dakwah yang mengerjakan ibadah-ibadah ini, maka siapa lagi?. Dan bila   orang-orang   umum  justru   melakukannya,   berarti kualitas kader dakwah di bawah mereka.

2.         Tajridus sair wal hadaf lillah (mengarahkan perasaan dan tujuannya hanya untuk Allah)

Seorang kader dakwah hendaknya hanya berorientasi kepada Allah dan mencari ridha serta surgaNya. Jalan yang ditempuhnya hanya satu dan tidak bercabang yakni jalan Allah dan cita-cita yang dimilikinyapun hanya satu yakni tegaknya Islam di muka bumi.

Ciri kader dakwah yang membela agama Allah adalah selalu merasakan kedekatan dengan Allah. Hatinya selalu dapat menikmati lezat dan manisnya ketaatan kepada Allah, Rasul dan Qiyadah harakah. Pada dasarnya hati manusia selalu dipenuhi cinta, hanya saja cinta tersebut dapat berupa cinta kepada dunia atau cinta kepada Allah. Kedua jenis cinta yang berbeda yang ada di hati manusia ini seperti air dan udara di dalam gelas. Bila air dituangkan ke dalam gelas, maka udara yang ada di dalamnya pasti keluar dan tidak akan pernah bercampur. Oleh sebab itu orang yang dekat dengan Allah dan sibuk mengingatnya, tidak akan disibukkan dengan hal yang lain. Bahkan ada seorang ulama ketika ditanya sampai batas zuhudnya akan berakhir, jawabannya sungguh luar biasa yakni: "llal unsi billah (sampai dekat benar dengan Allah)".


3.        Rafdhutasallut   al   jahiliyah   (menolak   kekuasaan jahiliyah)

Diantara salah satu tanda akan tibanya hari kiamat adalah terjadinya penyimpangan yang sangat jauh seperti telah dijelaskan oleh Rasulullah: "Sesungguhnya akan tiba masanya, tahun-tahnn penipuan dan kebohongan. Orang yang bohong dianggap benar dan orang yang benar dianggap bohong. Orang yang khianat diberi amanah, sementara orang yang jujur dianggap khianat dan orang-orang yang tidak tahu apa-apa berbicara urusan publik". (HR. Ahmad).

Betapa banyaknya saat ini orang yang tidak tahu urusan agama berbicara soal agama. Orang yang tidak mengerti urusan politik berbicara soal politik dan yang tidak paham urusan ekonomipun bicara soal ekonomi. Kemudian urusan berbangsa dan bernegara diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya.

Semua itu merupakan bentuk-bentuk kekuasaan jahiliyah dan itu dapat terjadi juga akibat kelalaian rakyat. Kader dakwah memiliki sifat sangat jelas dalam hal ini yakni menolak dengan segala bentuk kekuasaan jahiliyah. Kemu-dian menggantinya dengan program-program, aktifitas-aktifitas serta aksi-aksi perubahan yang nyata. Kader dakwah juga berusaha menggeser posisi-posisi strategis yang ditem-pati orang yang bukan ahlinya dengan melalui takivin al wa'yul amm al islamy (pembentukan publik opini yang Islami).

Kegiatan dakwah yang dilakukan melingkupi tiga aspek yakni rekruting dakwah (tajmil jamahiry), kaderisasi (tarbiyah) dan penataan kader (tanzhim). Kader dakwah menyeru masyarakat dengan seruan pujangga Ar Rofi'i:

"Jangan kacau--------> di sini ketertiban"
"Jangan menyimpang--------> di sini jalan yang lurus"
"Jangan mundur-----> di sini saya menyeru"

Tak ada sesuatupun yang dapat memperbudak kalian selama teriakanmu: Allahu Akbar (Ar Rofi'i, wahyul qalam 1/360., Al Masar/516).

4.        Selalu memilih hidup serius ('Aisyul jidd ad-daaib)

Sifat ini dimiliki oleh kebanyakan para sahabat dan generasi unggul dari kalangan tabi'in serta generasi penerus seperti Umar bin Abdul Aziz, Ahmad bin Hanbal, para fuqaha, mujahidin dan du'at yang telah menyerahkan selu-ruh kemampuan diri mereka untuk mempengaruhi kehidup-an dengan syariat Islam. Mereka berbuat bukan untuk kepentingan pribadi mereka, sebab itulah mereka mampu menegakkan panji Islam dan memimpin peradaban dunia. Di dalam shahih Imam Al Bukhari dituturkan bahwa Abdurrahman bin 'Auf ra. pada suatu hari sedang menghadapi hidangan berbuka puasa, tetapi tiba-tiba ia herkata: "Mush'ab bin Umair telah terbunuh padahal dia lebih baik dari saya. Jenazahnya dikafani dengan bajunya, bila ditutupi kepalanya akan terlihat kedua kakinya dan bila sebaliknya kedua kakinya yang ditutupi maka akan rtampaklah kepalanya. Hamzah pun telah terbunuh dan dia juga lebih baik dari saya. Dunia telah dihamparkan untuk kita, saya khawatir bahwa kebaikan-kebaikan kita telah dipercepat balasannya oleh Allah di dunia. Kemudian Abdurrahman menangis dan tidak jadi memakan makanan yang sudah disediakan untuknya.

Tantangan dakwah kini begitu besar, pertarungan antara haq dan bathil terus berkecamuk dan tidak ada jalan lain untuk menghadapinya kecuali dengan menghidupkan budaya serius yakni budaya generasi awal. Imam Malik pernah berkata: "Kondisi generasi akhir ummat ini tidak akan membaik kecuali dengan mencontoh generasi awal (salafus shalih).

Sudah menjadi kewajiban setiap kader dakwah memikir-kan penderitaan ummat siang dan malam serta tidak ada waktu istirahat baginya kecuali setelah mati. Allah berfirman: "Ambillah olehmu apa yang telah Kami berikan kepadamu dengan sungguh-sungguh dan ingatlah olehmu apa-apa yang terdapat di dalamnya agar kamu bertacjwa." (QS. Al Baqarah:63)
Rasulullah setelah menerima tugas dakwah dari Allah berkata kepada istrinya: "Khadijah, telah berakhir masa tidur, wahai Khadijah!"

5-       Tha'atul jama'ah ival qiyadah (mentaati jama'ah dan pemimpin)

Kesiapaan untuk mendengar dan mentaati aturan meru-Pakan salah satu sifat kader dakwah yang sangat penting.

Karena tanpa kedisiplinan dan ketaatan, jama'ah tidak akan mampu berjalan dengan tertib. Ummatpun tidak akan eksis dan tujuan kehidupan tidak akan tercapai.

Disiplin organisasi adalah kewajiban setiap kader yang berada di organisasi apa saja, terutama organisasi dakwah yang bertujuan menegakkan syariat Islam. Karena itu Islam mewajibkan ketaatan kepada amir (pemimpin). Khalifah Umar bin Khatab ra. berkata: "Tidak ada Islam tanpa jama'ah, tidak ada jama'ah tanpa imarah (kepemimpinan) dan tidak ada imarah tanpa taat (disiplin organisasi).

Ketaatan ini harus diberikan kepada setiap orang yang diberi amanah memimpin urusan kaim muslimin baik besar atau kecil amanah itu dan siapapun dia. Rasul bersabda: "Dengar dan taatilah pemimpinmu sekalipun kamu dipimpin oleh budak habsyi, yang kepalanya menyerupai kismis (berpenampilan buruk dan tidak menarik) (HR. Muslim).

Ciri-ciri kader yang taat diantaranya adalah sebagai berikut:
  1. Taat di saat giat dan malas, di saat susah dan mudah, baik disukai dan tidak. Ubadah bin Samit berkata: "Rasulullah meminta kami untuk berbaiat kepadanya, maka kamipun berbaiat kepadanya untuk selalu mendengar dan mentaatinya disaat giat dan malas, sudah dan mudah." (HR. Bukhari, Muslim)."Seorang muslim wajib mendengar dan taat kepada pimpinan-nya, selama perintahnya tidak ma'siat." (HR. Muslim).
  2. Sur'atul Istijabah (segera menyambut dan melaksanakan perintah) Kader dakwah merespon perintah qiyadah dengan cepat, tidak lamban, tidak merasa berat, tidak enggan dan ragu.
  3. Taharrid diqqah (melaksanakan perintah dengan tepat dan akurat) Kader dakwah melaksanakan perintah qiyadah sesuai dengan arahan cjiyadah dan bukannya mengikuti penda-pat dan keinginan pribadinya.
  4. Tidak meninggalkan tugas tanpa idzin qiyadah dan tidak mudah meminta idzin kecuali dalam keadaan sangat da-rurat. Dan walaupun cjiyadah memberi idzin, ia tetap me-miliki beban moral yang mengharuskannya beristighfar.

f.          Ats tsabat 'alat thariqi dakwah (konsistens di jalan dakwah)

Konsisten di jalan dakwah merupakan salah satu konsekuensi Iman. Iman bukanlah sekedar kata-kata yang diucapkan melainkan kewajiban dan tanggung jawab serta jihad yang membutuhkan kesabaran dan kekuatan. Tidak mungkin seorang kader dakwah mengatakan kami percaya pada Islam dan dakwah tanpa berhadapan lebih dulu dengan ujian berhasil lulus melewati ujian itu (Sayid Qutb, Fi Zhilalil Qur'an 5/2720).

Ibnul Qayyim al-Jauziah berkata: "Tidak ada yang lebih sulit di dunia ini selain tsabat (konsistensi), baik dalam meninggalkan yang dicintai atau dalam mengatasi kesulitan, terutama dalam rentang waktu yang panjang dan di saat munculnya gejala putus asa di kalangan kader dakwah. Kesemuanya itu memerlukan bekal yang cukup untuk tabah menempuh perjalanan yang panjang. Bekal itu adalah tsabat (konsistensi) di atas hukum Allah, takdir dan ujianNya. Sehingga kader dakwah harus membekali diri dengan tsabat dan menempuh jalan dengan tegar disaat-saat ibtila (sulit).

Konsisten di atas al-Haq sampai mati adalah sesuatu yang sangat berat, sehingga Rasul sering berdo'a dengan do'a ini: "Ya Allah yang memutar balikkan hati manusia, teguhkanlah hatiku di jalan agamaMu."

Sedikit penyimpangan diawal perjalanan dapat mengaki-batkan peyimpangan total dipenghujung jalan, tsabat di jalan dakwah dan bersabar dalam menghadapi berbagai cobaan bagi dakwah Islam adalah satu kemestian, karena jalan ini adalah jalan yang sangat panjang dan sulit, penuh dengan tantangan dan rintangan serta dihampiri dengan darah dan mayat para syuhada.

Agar kader dakwah tetap konsisten di atas jalan dakwah, maka ada Anashirut Tatsbit (faktor-faktor pendukung konsistensi) yang perlu diperhatikan yaitu:
  1. Dawamuluju ilallah (senantiasa kembali kepada Allah). Tidak ada seorangpun dapat menjamin dirinya tetap tsabat, istiqomah dan selamat sampai akhir hayatnya. Tidak ada pula yang mengetahui isi hati seseorang kecuali Allah. Allah yang memiliki hati manusia dan Dia pulalah yang mampu memutar balikkan hati manusia, oleh karena itu taqarrub ilallah menjadi sebuah kenisca-yaan bagi setiap muslim.  Semakin dekat seseorang dengan Allah, semakin besar peluangnya untuk menda-patkan   rahmatNya   dan   diantara   rahmatNya   ialah istiqamah di jalan dakwah.
  2. Ma'rifatu thabi'atu thariq (mengenal karakter jalan dakwah) Diantara karakter jalan dakwah adalah jalan yang panjang, berat, bertingkat dan banyak rintangan. Setiap kader dakwah harus memperkuat dirinya dengan kesabaran, nafas panjang dan memahami bahwasanya ia mungkin saja meninggal lebih dulu sebelum melihat kemenangan. Yang penting ia mati di jalan Allah.
  3. Adamu tanazu' (menghindari konflik internal) Terjadinya konflik internal biasanya disebabkan ta'adud cjiyadiyah (dualisme kepemimpinan) dan ta'adud taujihat (banyaknya sumber-sumber arahan) atau bila hawa nafsu yang mengarahkan pendapat dan pemikiran.

Bila manusia tunduk kepada Allah dan RasulNya maka sebab yang pertama akan dapat dihindari walaupun banyak perbedaan pendapat. Tetapi jika seseorang memiliki ambisi pribadi (hawa nafsu) ia akan bersikukuh dengan penda-patnya walaupun sudah jelas kebenaran di hadapannya. Karena ia telah menempatkan kepentingan pribadi di atas kebenaran. "Dan janganlah kamu berselisih yang mengakibatkan kegagalan dan kehilangan wibawa." (QS. Al Anfal:46).

Mengutarakan karakteristik kader dakwah secara konseptual tidaklah terlalu sulit karena sudah banyak referensi yang membahasnya, namun yang jauh lebih sulit ada di tataran operasionalnya. Karena kader dakwah yang berkualitas lagi bermutu masih tergolong langka dan tidak mudah menemukannya. Namun mencetak dan melahirkan kader dakwah yang berkualitas dan bermutu bukanlah sesuatu yang mustahil walaupun memerlukan kesungguhan dan keseriusan yang maksimal. Sesuatu yang pernah terjadi bukanlah sesuatu yang mustahil terulang kembali (Sayid Qutb, Hadzaddin).

Kader dakwah yang diharapkan kehadirannya saat ini adalah kader yang siap dan mampu menghadapi tantangan dengan segala permasalahannya. Syaikh Hasan AI Banna dalam risalah "Hal nahnu qaumun amaliyun" menegaskan hal ini, "Saya pertegas kepada saudara-saudara yang memiliki ghirah Islam bahwa setiap jama'ah Islmiyah pada saat ini sangat membutuhkan kader yang aktif bekerja ('amil), pemikir (mufakkir), pemberani (jar'i), dan produktif (muntij). Maka haram hukumnya bagi kader dakwah jika terlambat memenuhi panggilan dakwah walaupun hanya satu menit saja. Kader dakwah yang dibutuhkan hari ini berbeda dengan kader dakwah kemarin. Kader dakwah hari ini harus memiliki wawasan intelektual yang luas (mutsaqqafun), terampil (mujahhazun), terlatih (mudarrabun) dan kemampuan mengumpulkan dan menyampaikan data secara akurat dan valid (ihshaiyun) (Imam asy syahid Hasan al Banna, Risalah Da'watuna).

Kader dakwah yang dibutuhkan saat ini adalah kader yang memiliki kemampuan memelihara dan mengembangkan potensi kebaikan yang ada pada dirinya (tarqn/ah tarbawiyah) dan kemampuan memperluas jaringan dakwah (tausi'ah da'wiyah) sehingga Islam sebagai sumber peradaban dan kebudayaan serta pedoman hidup dapat menjadi kenyataan.

Amal Islami memerlukan kesungguhan yang tulus (al azmu as shadiq) sebagaimana telah dicontohkan oleh Amirul mu'minan Umar bin Khatab yang mengharuskan dirinya untuk tidak istirahat. Pada suatu hari utusan gubernur Mesir Amru bin Ash yang bernama Mu'awiyah bin Khudaij datang ke Madinah untuk melaporkan telah dibebaskannya kota Iskandariyah kepada Amirul mu'minin Umar Ibnul Khatab. Namun ketika sampai di Madinah di saat tengah hari yang panas terik, sengaja ia singgah terlebih dahulu ke mesjid dan tidak langsung menemui Umar, karena ia menduga Amirul mu'minin sedang istirahat siang. Hal itu diketahui Umar, lalu ia memanggulnya.

Kemudian Umar bertanya kepada Mu'awiyah: "Apa yang ada dipikiranmu ya Mu'awiyah ketika kamu sengaja singgah lebih dulu ke masjid?".

"Saya mengira Amirul mu'minin sedang istirahat siang". jawab Mu'awiyah.
"Sangat keliru dugaanmu itu. Jika aku tidur disiang hari, bararti aku telah menelantarkan rakyatku, dan jika aku tidur di malam hari bararti aku telah menelantarkan diriku. Bagaimana mungkin aku istirahat ya Mu'awiyah, sementara ada dua tanggung jawab besar dipundakku?".

Dan kini mungkinkah seorang kader dakwah banyak tidur?. Karena jika ia beristirahat di siang hari berarti ia telah menelantarkan pendukung dakwah dan simpatisan yang rnemerlukan penanganan kaderisasinya. Dan banyak istirahat di malam hari berarti ia telah mengabaikan kebutuhan dirinya sendiri untuk berhubungan dengan Allah. Semenjak mendapat hidayah dari Allah dan tergabung dalam barisan jamaah dakwah, sesungguhnya seorang kader dakwah telah menyatakan pilihannya. la memilih kelelahan di jalan dakwah dan menjauhi sikap santai.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar