Pengikut

Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

jihad dengan izin kedua orangtua

بَابُ الجِهَادِ بِإِذْنِا لأَبَوَيْنِ
(Bab Jihad Dengan Ijin Kedua Orangtua)
Oleh: Abdul Latif Nursalam
  Bercerita kepada kami Adam: bercerita kepada kami Suaib: bercerita kepadakami Habib ibn Abi Sabit telah berkata: saya telah mendengar Abu Abas Sa’ir−tidak ada keraguan didalam haditsnya− dia berkata: saya telah mendengar Abdullah bin Amr Bin Ash: Datang salah seorang laki-laki kepada rasulullah saw meminta ijin untuk berjihad, maka Rasul bersabdab “apakah kedua orang tuamu masih hidup?” ia menjawab “ya”  Rasul brsabda “maka dengan ijin keduanya berjihadlah”
Dan pada riwayat yang lain disebutkan:
“Seseorang berkata kepada nabi “bolehkah saya berjihad?”nabi  bersabda ”apakah kamu memiliki kedua orang tua” ia berkata “ya”  rasul bersabda “ maka dengan ijin keduanya kamu boleh berjihad

      I.            BOGRAFI ABDULLAH BIN AMRU BIN ASH
Abdullah bin Amr bin Al-Ash (Wafat 63 H) Dia adalah seorang dari Abadilah yang faqih, ia memeluk agama Islam sebelum ayahnya, kemudian hijrah sebelum penaklukan Mekkah. Abdullah seorang ahli ibadah yang zuhud, banyak berpuasa dan shalat, sambil menekuni hadits Rasulullah saw. Jumlah hadits yang ia riwayatkan mencapai 700 hadits, Sesudah minta izin Nabi  untuk menulis, ia mencatat hadits yang didengarnya dari Nabi. Mengenai hal ini Abu Hurairah berkata: Tak adaseorangpun yang lebih hapal dariku mengenai hadits Rasulullah, kecuali Abdullah binAmr bin al-Ash. Karena ia mencatat sedangkan aku tidak´.Abdullah bin Amr meriwayatkan hadits dari Umar, Abu Darda, Muadz bin Jabal,Abdurahman bin Auf, dan beberapa yang lain. Yang meriwayatkan darinya antara lainAbdullah bin Umar bin Al-Khatthab, as-Sa’ib bin Yazid, Sa’ad bin Al-Musayyab,Thawus, dan Ikrimah.Sanad paling shahih yang berpangkal darinya ialah yang diriwayatkan oleh Amr binSyu’aib dari ayahnya dan kakeknya Abdullah.Abdullah bin Amr wafat pada tahun 63 H pada malam pengepungan Al-Fusthath[1]

a)      Nasabnya

            Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash bin Wail bin Hasyim bin Su’aid bin Sa’d bin Sahm bin Amr bin Hushaish bin Ka’b bin Luay bin Ghalib. Ada lagi yang mengatakan, bahwa namanyaadalah Al-‘Ash. Ketika masuk Islam maka Nabi merubahnya dengan nama ‘Abdullah. (Siyar III/180).’Abdullah bin ‘Amr diberi kun-yah (panggilan kehormatan) dengan nama Abu Muhammad, ada yang mengatakan ‘Abdurrahman, ada yang mengatakan Abu Nushair Al-Quraisy As-Sahmi[2]. Ibunya bernama Raithah binti Munabbah bin Al-Hajaj bin ‘Amr bin Hudzaifah bin Sa’d bin Sahm bin ‘Amr bin Hushaish bin Ka’b bin Luay.

b)     Kepribadiannya

Abdullah bin ‘Amr adalah sosok pemuda mujahid yang gagah, tinggi, gemuk danberwajah kemerah-merahan, besar perut dan kedua betisnya, putih rambut kepala dan jenggotnya. Pada waktu lanjut usianya kedua matanya buta. ‘Abdullah bin ‘Amr adalah Al-Imam Al-Hibru yaitu imam yang ‘alim, shalih lagi kuat dan semangat dalam beribadah. Beliau juga salah seorang shahabat Rasulullaah saw, dan juga anak laki-laki shahabat Rasulullaah saw, rajin membaca Al-Qur’an, tiada punya rasa bosan. Beliau merasa bergembira, jika kebetulan ayat-ayat yang dibaca itu menceritakan kesenangan. Sebaliknya beliau menangis mencucurkanair mata jika membangkitkan hal-hal yang menakutkan.Demikianlah, Allah menakdirkan ‘Abdullah menjadi seorang yang rajin beribadah.

c)      Wafatnya

 Mengenai wafatnya banyak ulama berselisih pendapat. Ada yang mengatakan di Thaif,ada yang mengatakan di Makkah dan ada lagi yang mengatakan di Syam. Wallaahu’alam bish-shawab. Beliau wafat pada malam hari dalam usia 72 tahun. Jenazah dimakamkan di rumahnya sendiri yang kecil, pada tahun 65 Hijriyah. Dan ada yangmengatakan pada 63 Hijriyah. Beliau dimakamkan di rumahnya sendiri, karena tidakbisa mengeluarkan jenazahnya ke kuburan di sebabkan kerusuhan tentara Marwan.(Wallahu’alam)          
 
  
   II.            KANDUNGAN HADITS
Didalam hadits  diatas terdapat pelajaran-pelajaran dan manfaat  da’wah yang dapat di ambil, diantaranya:
1.      Pentingnya musyawarah dengan imam atau ulama dan para da’i
Islam telah menganjurkan musyawarah dan memerintahkannya dalam banyak ayat dalam al-Qur'an, ia menjadikannya suatu hal terpuji dalam kehidupan individu, keluarga, masyarakat dan negara; dan menjadi elemen penting dalam kehidupan umat, ia disebutkan dalam sifat-sifat dasar orang-orang beriman dimana keIslaman dan keimanan mereka tidak sempurna kecuali dengannya, ini disebutkan dalam surat khusus, yaitu surat as syuura, Allah berfirman:
 (Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang kami berikan kepada mereka.) (QS. as Syuura: 38)
Oleh karena kedudukan musyawarah sangat agung maka Allah menyuruh rasulnya melakukannya, Allah berfirman:
“Dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu…(QS. Ali Imran: 159)
Sesungguhnya di dalam musyawarah itu terdapat kepentingan dalam penyampaian, yang mana di dalamnya terdapat manfaat dan faidah dalam agama dan dunia. Dengan musyawarah kita dpat mengetahui akar permaslahan dan bisa mengarah kannya kepada jalan keluar dan solusi permasalahan tersebut.
Bahwasnnya hadits diatas menjelaskan betapa pentingnya bermusyawarah dan kedudukannya yang tinggi,
Selayaknya untuk seorang da’I dianjurkan untuk bermusyawarah yang mana didalamnya terdapat banyak manfaat dan untuk menghindari mudarat serta akan menambah pahala. Dan seseorang yang berakal itu tida mengandalkan pemikirannya sendiri dalam persoalan penting sampai sampai ia bermusyawarah dengan orang yang lebih tau darinya tentang masalah tersebut.
Dan tidak diragukan lagibahwa seorang da’I yang melakukan musyawarah maka ia akan semakin yakin dan mengetahui tentang keadaan orang yang bermusyawarah. Berkata imam ibnu abi jamroh r.a. “ di dalamnya ( musyawarah) terdapat dalil atau ketetrangan bahwasannya orang yang bermusyawarah bertanya tentanf hal yang di musyawarahkan sampai mengetahuinya dan pada saat itu menunjukan kepadanya tentang sesuatu yang lebih benar. “ karena nabi ketika bermusyawarah dangan sahabat ini apakah ia dapat keluar untuk berjihad atau tidak? Maka rasulullah menanyakan tentang keadaannya dalam sandanya “ apakah masih hidup kedua orang tuamu “ sampai dia mengetahui mana yang lebih dekat terhadap haknya dengan keadaannya tersebut maka rasul menasehatinya atau mengarahkannya
2.      Semangat Dalam Berbuat Kebaikan
Sesungguhnya sahabat adalah yang paling utama, dan yang paling semangat dalam kebaikan dan kecintaan terhadap apa yang diperintahkan oleh Allah swt. Karena itu di dalam hadits di atas menerangkan bahwasannya datantg seorang sahabat dan minta ijin untuk berjihad, ia bertanya kepada rasulullah “bolehkah aku berjihaad“ lalu nabi bertanya, “apakah masih hidup kedua orang tuamu“ maka sahabat rasullulah menjawab “ya“ maka nabi menerangkan bahwasanya jihad fi sabilillah itu lebih utama dari jihad sunah dan berkata rasullulah “ maka dengan ijin keduanya kamu boleh berjihad “
Ibnu ‘Umar ra. pernah berkata, “Apabila engkau masuk pada waktu petang, maka janganlah kau tunggu waktu pagi; dan apabila engkau berada di waktu pagi, maka janganlah kau tunggu waktu petang; tetapi ambillah, (kesempatan) masa sehatmu untuk masa sakitmu, dan hidupmu untuk matimu”[3]
Firman Allah subhaanahu wa ta’ala:
 dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa (Q.S. Ali ‘Imran : 133)

Ini semua menunjukan semangat para sahabat dalam melaksanakan kebaikan yang harus di tauladani oleh seorang muslim.
3.      Pentingnya Bertantanya Bagi Seorang Mad’u Tentang Apa Yang Tidak Dimengerti
Bertanya adalah hal yang penting, karena membuka pintu ilmu dan pengetahuan. Ibnu hajar berkata: kalau bukan kerena bertanya maka ia tidak akan mendapatkan ilmu. [4]
Hadits ini menerangkan tentang urgensi bertanya kepada orang ‘alim apabila kita tidak mengetahui sesuatu atau ketika kita ragu-ragu tentang sesuatu. Sebagaimana yang disebutkan di atas, bahwa sahabat ra. tersebut lebih memilih meninggalkan menghukumi sesuatu berdasarkan pendapatnya ketika dia tidak mengetahui “bolehkah ia ikut dalam berjihad?” Akan tetapi, ia lebih mendahulukan bertanya kepada Nabi saw.
Ibnu Hajr rahimahullah berkata : “Dalam hadits tersebut, terdapat dilalah yang menganjurkan supaya bertanya dalam dua hal yang mengandung dua kemungkinan/perkara”.[5]
Maka dianjurkan bagi orang yang tidak mengetahui tentang sesuatu atau ragu akan sesuatu, supaya bertanya kepada orang berilmu/’alim tentang persoalannya tersebut, sehingga ia mempunyai ilmu dan beribadah dengan berdasarkan ilmu tersebut. Allah subhaanahu wa ta’ala Berfirman :
 “Maka Tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui” (Q.S.sal-Anbiyaa’:7)
Dalam suatu hadis Nabi shalallahu `alaihi wassalam bersabda:
إِنَّمَا شِفَاءُ الْعِيِّ السُّؤَالُ
Obat tidak tahu adalah bertanya[6]
Kebodohan adalah penyakit dan obatnya adalah bertanya dan belajar[7] dan bertanya haruslah kepada ornag yang benar-benar mengerti dan mengetahui
Maka dianjurkan bagi seorang muslim untuk bertanya tentang sesuatu yang dia tidak mengerti sampai ia mengerti serta mendapatkan ilmu yang bermanfaat sehhingga berkuranglah kebodohan dalam dirinya.
4.      Materi Da’wah: Pentingnya Berbakti Kepada Orang Tua
Salah satu dari materi da’wah yang penting untuk disampaikan kepada mad’u adlah tentang pentingya berbakti kepada orang tua.
Didalam hadits ini di jelaskan bahwa Izin dari orang tua dalam masalah jihad,bahkan menjadi syarat kepergian seseorang ke medan jihad. Ini khususnya dalam jihad yang fardhu kifayah. Yaitu untuk melebarkan kekuasaan Islam dan menaklukkan negeri-negeri kafir agar tunduk di bawah kekuasaan Islam.
Namun dalam jihad yang berhukum fardhu ‘ain maka izin dari orang tua tidak menjadi syarat kepergiannya. Ini khususnya kalau  negeri muslim telah diserang dan dikuasai musuh-musuh Islam. Misalnya jihad di Irak saat ini. Semenjak Amerika menginjakkan kakinya di Irak untuk menginvasi dan menjajahnya, maka setiap orang muslim yang mampu di sana wajib bangkit melawan dan mengusir musuh sampai berhasil. Jika mereka tidak mampu dan tidak lekas berhasil, maka kaum muslimin di sekitarnya –baik dari bangsa Arab atau non-Arab- wajib bangkit membantunya sehingga orang-orang kafir tersebut hengkang dari sana. Jika masih juga tidak mampu, maka kaum muslimin di belahan timur dan barat wajib bangkit membantu. Seperti itulah kesepakatan para ulama.
Kapan Jihad Menjadi Fardhu ‘Ain?
Para ulama telah menetapkan bahwa jihad menjadi fardhu ‘ain dalam tiga kondisi:[8]
Pertama, apabila dua pasukan sudah bertemu dan berhadapan berdasarkan firman Allah Ta’ala:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا لَقِيتُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا زَحْفًا فَلَا تُوَلُّوهُمُ الْأَدْبَارَ
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bertemu dengan orang-orang yang kafir yang sedang menyerangmu, maka janganlah kamu membelakangi mereka (mundur).” (QS. al-Anfal: 15)
Kedua, apabila orang-orang kafir sudah memasuki negeri muslim, bagi penduduk negeri wajib berperang melawan dan mengusir mereka. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا قَاتِلُوا الَّذِينَ يَلُونَكُمْ مِنَ الْكُفَّارِ وَلْيَجِدُوا فِيكُمْ غِلْظَةً
Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang di sekitar kamu itu, dan hendaklah mereka menemui kekerasan daripadamu.” (QS. Al-Taubah: 123)
Ketiga, Apabila imam sudah menunjukkan suatu kaum untuk keluar berjihad maka mereka wajib keluar berdasarkan sabda Rasullullah: “Maka apabila kalian diperintah untuk keluar berjihad, maka keluarlah!.” (Muttafaq ‘alaih)

5.      Metode Dalam Da’wah: Tanya Jawab Dan Targhib

Dalam hadits diatas telah di jelaskam betapa pentingnya Tanya jawab dan targib didalam metode penyampaian materi da’wah kepada para mad’u, dan kita pun telah mengetahui banyaknya hadis-hadis yang disitu menerangkan bahwa rasul dalam menyampaikan da’wahnya dengan targhib dan Tanya jawab.

Daftar Pustaka
al-Qahthany, Sa’id bin ‘Ali bin Wahaf. Fiqhud-Da’wah fii Shahihil Imaam al-Bukhary. Riyadh: فهرسةمكتبة الملك فهد الوجطنية اْثناء التشر. 1676. jilid I
al-Asqalany, Ibnu Hajar. Fathul-Baari’. Terj.Amiruddin. Jakarta:Pustaka Azzam. 2010. Cet.II. jilid 15
Ibnu Hajar Al-Asqalany, Bulughul Maram, Terj.A.Hasan, Bandung:Diponegoro, 2002, Hal.672, No.1498
Software Hadits Dan Ilmu Hadits, Dr.Ahmad Lutfi Fathullah,Ma Pusat Kajian Hadits Almughni Islamik Senter Jakarta
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Jakarta: 2009, Cakrawala Publishing,  Jilid V



[1] http://www.scribd.com/doc/47254226/Abdullah-bin-Amr-bin-Al-ash
[2] Software Hadits Dan Ilmu Hadits, Dr.Ahmad Lutfi Fathullah,Ma Pusat Kajian Hadits Almughni Islamik Senter Jakarta
[3] Ibnu Hajar al-Asqalany, Bulughul Maram, Terj.A.Hasan, Bandung:Diponegoro, 2002, hal.672, no.1498
[4] Sa’id bin ‘Ali bin Wahaf al-Qahthany, Fiqhud-Da’wah fii Shahihil Imaam al-Bukhary, hal.659

[5] Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul baari’, 5/390
[6] Baihaqi no:1115, abu dawud no:334
[7]Aunulma’bud syarah sunan Abi Dawud, Muhammad Syams al-Haq al-`Adhim Abadi Abu Thoyyib  1/367
[8] Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Jakarta: Cakrawala Publishing, 2009,   Jilid V, Hal.8

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar